PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM PUTUSAN

BAB II

PEMBAHASAN

II.1  PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM PUTUSAN

Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 macam yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.

Ada berbagai jenis Putusan Hakim dalam pengadilan sesuai dengan sudut pandang yang kita lihat. Dari segi fungsinya dalam mengakhiri perkara putusan hakim adalah sebagai berikut :

1.      Putusan Akhir

–          adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan.

–          Putusan yang dijatuhkan sebelum tahap akhir dari tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan yaitu :

a.       putusan gugur

b.      putusan verstek yang tidak diajukan verzet

c.       putusan tidak menerima

d.      putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang memeriksa

–          Semua putusan akhir dapat dimintakan akhir, kecuali bila undang-undang menentukan lain.

2.      Putusan Sela

–          adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.

–          putusan sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya pemeriksaan.

–          putusan sela dibuat seperti putusan biasa, tetapi tidak dibuat secara terpisah, melainkan ditulis dalam berita acara persidangan saja.

–          Putusan sela harus diucapkan di depan sidang terbuka untuk umum serta ditanda tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang.

–          Putusan sela selalu tunduk pada putusan akhir karena tidak berdiri sendiri dan akhirnya dipertimbangkan pula pada putusan akhir.

–          Hakim tidak terikat pada putusan sela, bahkan hakim dapat merubahnya sesuai dengan keyakinannya.

–          Putusan sela tidak dapat dimintakan banding kecuali bersama-sama dengan putusan akhir.

–          Para pihak dapat meminta supaya kepadanya diberi salinan yang sah dari putusan itu dengan biaya sendiri.

Kemudian jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, putusan dibagi sebagai berikut :

1.      Putusan gugur

–          adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan

–          putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan/permohonan

–          putusan gugur dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat :

a.       penggugat/pemohon telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu

b.      penggugat/pemohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu karena suatu halangan yang sah

c.       Tergugat/termohon hadir dalam sidang

d.      Tergugat/termohon mohon keputusan

–          dalam hal penggugat/pemohon lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus gugur

–          dalam putusan gugur, penggugat/pemohon dihukum membayar biaya perkara

–          tahapan putusan ini dapat dimintakan banding atau diajukan perkara baru lagi

2.      Putusan Verstek

–          adalah putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan

–          Verstek artinya tergugat tidak hadir

–          Putusan verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahapan pembacaan gugatan sebelum tahapan jawaban tergugat, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut

–          Putusan verstek dapat dijatuhkan apabila memenuhi syarat :

a.       Tergugat telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu

b.      Tergugat ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu karena suatu halangan yang sah

c.       Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan

d.      Penggugat hadir dalam sidang

e.       Penggugat mohon keputusan

–          dalam hal tergugat lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus verstek.

–          Putusan verstek hanya bernilai secara formil surat gugatan dan belum menilai secara materiil kebenaran dalil-dalil tergugat

–          Apabila gugatan itu beralasam dan tidak melawan hak maka putusan verstek berupa mengabulkan gugatan penggugat, sedang mengenai dalil-dalil gugat, oleh karena dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan kecuali dalam perkara perceraian

–          Apabila gugatan itu tidak beralasan dan atau melawan hak maka putusan verstek dapat berupa tidak menerima gugatan penggugat dengan verstek

–          Terhadap putusan verstek ini maka tergugat dapat melakukan perlawanan (verzet)

–          Tergugat tidak boleh mengajukan banding sebelum ia menggunakan hak verzetnya lebih dahulu, kecuali jika penggugat yang banding

–          Terhadap putusan verstek maka penggugat dapat mengajukan banding

–          Apabila penggugat mengajukan banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet, melainkan ia berhak pula mengajukan banding

–          Khusus dalam perkara perceraian, maka hakim wajib membuktikan dulu kebenaran dalil-dalil tergugat dengan alat bukti yang cukup sebelum menjatuhkan putusan verstek

–          Apabila tergugat mengajukan verzet, maka putusan verstek menjadi mentah dan pemeriksaan dilanjutkan pada tahap selanjutnya

–          Perlawanan (verzet berkedudukan sebagai jawaban tergugat)

–          Apabila perlawanan ini diterima dan dibenarkan oleh hakim berdasarkan hasil pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka hakim akan membatalkan putusan verstek dan menolak gugatan penggugat

–          Tetapi bila perlawanan itu tidak diterima oleh hakim, maka dalam putusan akhir akan menguatkan verstek

–          Terhadap putusan akhir ini dapat dimintakan banding

–          Putusan verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan sendirinya menjadi putusan akhir yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

3.      Putusan kontradiktoir

–          adalah putusan akhir yang pada saat dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu atau para pihak

–          dalam pemeriksaan/putusan kontradiktoir disyaratkan bahwa baik penggugat maupun tergugat pernah hadir dalam sidang

–          terhadap putusan kontradiktoir dapat dimintakan banding

 

Jika dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai berikut:

1.      Putusan tidak menerima

–          yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan penggugat/pemohonan pemohon tidak diterima karena gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat hukum baik secara formil maupun materiil

–          Dalam hal terjadi eksepsi yang dibenarkan oleh hakim, maka hakim selalu menjatuhkan putusan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima atau tidak menerima gugatan penggugat

–          Meskipun tidak ada eksepsi, maka hakim karena jabatannya dapat memutuskan gugatan penggugat tidak diterima jika ternyata tidak memenuhi syarat hukum tersebut, atau terdapat hal-hal yang dijadikan alasan eksepsi

–          Putusan tidak menerima dapat dijatuhkan setelah tahap jawaban, kecuali dalam hal verstek yang gugatannya ternyata tidak beralasan dan atau melawan hak sehingga dapat dijatuhkan sebelum tahap jawaban

–          Putusan tidak menerima belum menilai pokok perkara (dalil gugat) melainkan baru menilai syarat-syarat gugatan saja. Apabila syarat gugat tidak terpenuhi maka gugatan pokok (dalil gugat) tidak dapat diperiksa.

–          Putusan ini berlaku sebagai putusan akhir

–          Terhadap putusan ini, tergugat dapat mengajukan banding atau mengajukan perkara baru. Demikian pula pihak tergugat

–          Putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang mengadili suatu perkara merupakan suatu putusan akhir

2.      Putusan menolak gugatan penggugat

–          yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti

–          Dalam memeriksa pokok gugatan (dalil gugat) maka hakim harus terlebih dahulu memeriksa apakah syarat-syarat gugat telah terpenuhi, agar pokok gugatan dapat diperiksa dan diadili.

3.      Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima selebihnya.

–          Putusan ini merupakan putusan akhir

–          Dalam kasus ini, dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat sehingga  :

  • Dalil gugat yang terbukti maka tuntutannya dikabulkan
  • Dalil gugat yang tidak terbukti makan tuntutannya ditolak
  • Dalil gugat yang tidak memenuhi syarat maka diputus dengan tidak diterima

4.      Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya

–          putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti

–          Untuk mengabulkan suatu petitum harus didukung dalil gugat. Satu petitum mungkin didukung oleh beberapa dalil gugat. Apabila diantara dalil-dalil gugat itu ada sudah ada satu dalil gugat yang dapat dibuktikan maka telah cukup untuk dibuktikan, meskipun mungkin dalil-dalil gugat yang lain tidak terbukti

–          Prinsipnya, setiap petitum harus didukung oleh dalil gugat

Sedangkan jika dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan, maka putusan dibagi sebagai berikut :

1.      Putusan Diklatoir

–          yaitu putusan yang hanya menyatakan suatu keadaan tertentu sebagai keadaan yang resmi menurut hukum

–          semua perkara voluntair diselesaikan dengan putusan diklatoir dalam bentuk penetapan atau beschiking

–          putusan diklatoir biasanya berbunyi menyatakan

–          putusan diklatoir tidak memerlukan eksekusi

–          putusan diklatoir tidak merubah atau menciptakan suatu hukum baru, melainkan hanya memberikan kepastian hukum semata terhadap keadaan yang telah ada

2.      Putusan Konstitutif

–          Yaitu suatu putusan yang menciptakan/menimbulkan keadaan hukum baru, berbeda dengan keadaan hukum sebelumnya.

–          Putusan konstitutif selalu berkenaan dengan status hukum seseorang atau hubungan keperdataan satu sama lain

–          Putusan konstitutif tidak memerlukan eksekusi

–          Putusan konstitutif diterangkan dalam bentuk putusan

–          Putusan konstitutif biasanya berbunyi menetapkan atau memakai kalimat lain bersifat aktif dan bertalian langsug dengan pokok perkara, misalnya memutuskan perkawinan, dan sebagainya

–          Keadaan hukum baru tersebut dimulai sejak putusan memperoleh kekuatan huum tetap

3.      Putusan Kondemnatoir

–          Yaitu putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk melakukan sesuatu, atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan, untuk memenuhi prestasi

–          Putusan kondemnatoir terdapat pada perkara kontentius

–          Putusan kondemnatoir selaku berbunyi “menghukum” dan memerlukan eksekusi

–          Apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan dengan suka rela, maka atas permohonan tergugat, putusan dapat dilakukan dengan paksa oleh pengadilan yang memutusnya

–          Putusan dapat dieksekusi setelah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal vitvoer baar bijvoorraad, yaitu putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum (putusan serta merta)

–          Putusan kondemnatoir dapat berupa pengukuman untuk

1.      menyerahkan suatu barang

2.      membayar sejumlah uang

3.      melakukan suatu perbuatan tertentu

4.      menghentikan suatu perbuatan/keadaan

5.      mengosongkan tanah/rumah

II.2  PELAKSANAAN PUTUSAN

Di dalam dunia peradilan, ada beberapa jenis pelaksanaan putusan yaitu :

1.      putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang

2.      putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan

3.      putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap

4.      eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang

Selanjutnya didalam mengeksekusi putusan pengadilan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan antara lain :

1.      Putusan telah berkekuatan hukum tetap kecuali dalam hal :

  1. pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan  lebih dahulu
  2. pelaksanaan putusan provinsi
  3. pelaksanaan akta perdamaian
  4. pelaksanaan Grose Akta

2.      Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara suka rela meskipun ia telah diberi peringatan (aan maning) oleh ketua pengadilan agama

3.      Putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, sehingga dalam putusan diklaratoir dan konstitutif tidak diperlukan eksekusi

4.      Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama

Sedangkan yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah pengadilan tingkat pertama, PTA tidak berwenang melaksanakaan eksekusi. Sedangkan tata cara sita eksekusi sebagai berikut :

1.      Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan

2.      Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Agama, surat perintah dikeluarkan apabila :

–          tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah

–          tergugat tidak mau memenuhi perintah dalam amar putusan selama masa peringatan

3.      Dilaksanakan oleh panitera atau juru sita

4.      Pelaksanaan sita eksekusi harus dibantu oleh dua orang saksi :

–          Keharusan adanya dua saksi merupakan syarat sah sita eksekusi

–          Dua orang saksi tersebut berfungsi sebagai pembantu sekaligus sebagai saksi sita eksekusi

–          Nama dan pekerjaan kedua saksi tersebut harus dicantumkan dalam berita acara sita eksekusi

–          Saksi-saksi tersebut harus memenuhi syarat :

a.       telah berumur 21 tahun

b.      berstatus penduduk Indonesia

c.       memiliki sifat jujur

5.      Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi

6.      Membuat berita acara sita eksekusi yang memuat :

  1. nama, pekerjaan dan tempat tinggal kedua saksi
  2. merinci secara lengkap semua pekerjaan yang dilakukan
  3. berita acara ditanda tangani pejabat pelaksana dan kedua saksi
  4. pihak tersita dan juga kepala desa tidak diharuskan, menurut hukum, untuk ikut menanda tangani berita acara sita
  5. Isi berita acara sita harus diberi tahukan kepada pihak tersita, yaitu segera pada saat itu juga apabila ia hadir pada eks penyitaan tersebut, atau jika tidak hadir maka dalam waktu yang secepatnya segera diberitahukan dengan menyampaikan di tempat tinggalnya

7.      Penjagaan yuridis barang yang disita diatur sebagai berikut :

  1. Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada di tangan tersita
  2. Pihak tersita tetap bebas memakai dan menikmatinya sampai pada saat dilakukan penjualan lelang
  3. Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat mana barang itu disita, tanpa mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain
  4. Penguasaan penjagaan tersebut harus disebutkan dalam berita acara sita
  5. Mengenai barang yang bisa habis dalam pemakaian, maka tidak boleh dipergunakan dan dinikmati oleh tersita

8.      Ketidak hadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi.

 

 

 

II.3  TUGAS POKOK HAKIM

Tugas pokok daripada hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya (ps. 2 ayat 1 UU. 14/1970). Hakim
menerima perkara, jadi dalam hal sikapnya adalah pasif atau menunggu adanya perkara
diajukan kepadanya dan tidak aktif mencari atau mengejar perkara (two kein Klager ist, ist kein Richter;nemo judex sine actori). Sebelum menjatuhkan putusannya hakim harus
memperhatikan serta mengusahakan seberapa dapat jangan sampai putusan yang akan
dijatuhakan nanti memungkinkan timbulnya perkara baru.

Tugas hakim tidak berhenti dengan menjatuhkan putusan saja, akan tetapi juga
menyelesaikannya sampai pada pelaksanaannya. Tampaklah disini peranan hakim yang aktif terutama dalam mengatasi hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang cepat. Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya (ps 14 ayat 1 UU. 14/1970). Andaikata peraturan hukumnya tidak atau kurang jelas sebagi penegak hukum dan keadilan ia wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (ps. 27 ayat 1 UU/ 14/1970). Kalau diajukan kepadanya suatu perkara, hakim haruslah pertama-pertama mengkonstatir benar tidaknya peristiwa yang diajukan itu. Mengkonstatir berarti melihat, mengakui atau membenarkan telah terjadinya peristiwa yang telah diajukan tersebut. Setelah hakim berhasil mengkonstatir peristiwanya, tindakan yang harus dilakukannya kemudian ialah mengkualifisir peristiwanya itu. Mengkualifisir berarti menilai peristiwa yang telah dianggap benar-benar terjadi itu termasuk hubungan hukum apa atau yang mana, dengan perkataan lain : menemukan hukumnya bagi peristiwa yang telah dikonstatir.

Jadi, mengkualifisir pada umumnya berari menemukan hukumnya dengan jalan menerapkan peraturan hukum terhadap peristiwa, suatu kegiatan yang pada umumnya bersifat logis. Tetapi dalam kenyataannya menemukan hukum tidak sekedar menerapkan peraturan hukum terhadap peristiwanya saja. Lebih-lebih kalau peraturan hukumnya tidak tegas dan tidak pula jelas. Maka dalam hal ini hakim bukan lagi harus menemukan hukumnya, melainkan menciptakannya sendiri.

Mengkualifisir peristiwa mengandung unsur kreatif seperti yang telah
dikemukakan di atas dan ini sekaligus berarti juga melengkapi undang-undang. Maka oleh
karena itu daya cipta hakim besar sekali peranannya. Ia harus berani menciptakan hukum yang tidak bertentangan dengan keseluruhan sistim perundang-undangan dan yang memenuhi pandangan serta kebutuhan masyarakat atau zaman. Dalam tahap terakhir, sesudah mengkonstatir dan mengkualifisir peristiwa, hakim harus mengkonstituir atau memberi konstitusinya. Kalau dibandingkan kedudukan atau posisi hakim dengan pengacara dan jaksa, maka hakim mempunyai kedudukan yang obyektif, karena ia fungsionaris yang ditunjuk untuk memeriksa dan mengadili perkara, tetepi penilaiannya pun adalah obyektif pula karena ia harus berdiri di atas kedua belah pihak dasn tidak bole memihak, sedangkan pengacara kedudukannya adalah subyektif karena ia ditunjuk oleh salah satu pihak untuk mewakili di persidangan dan pernilaiannya pun juga subyektif karena ia harus membela kepentingan yang diwakilinya.Seorang jaksa kedudukannya adalah obyektif karena ia ditunjuk sebagai fungsionaris untuk mengajukan tuduhan dan tuntutan tetpi penilaiannya adalah subyektif karena ia didalam hal ini mewakili negara dalam memelihara ketertiban umum.

II.4  JALANNYA PERSIDANGAN

Pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang yang didampingi oleh panitera, membuka sidang dan menyatakan sidsang terbuka untuk umum. Sifat terbuka untuk untuk umum ini merupakan syarat mutlak (ps. Ayat 1 dan 2 UU. 141970). Tehadap terbukanya sidang untuk umum ada pembatasannya yaitu apabila undang-undang menentukan lain atau berdasarkan alasan-alasan penting menurut hakim yang dimuat dalam berita acara atas perintahnya (ps. 27 ayat 1 UU No.14 Tahun 1970.29 RO).

Dalam hal ini maka pemeriksaan dilakukan dengan pintu tertutup.
Pemeriksaan perkara harus berlangsung dengan hadirnya kedua belah pihak. Kalau salah
satu pihak saja yang hadir, maka tidak boleh dimulai dengan pemeriksaan perkara, tetapi
sidang harus ditunda. Kedua belah pihak harus didengar bersama, kedua belah pihak harus
diperlakukan sama. Selanjutnya hakim harus mengusahakan mendamaikan kedua belah pihak (ps. 130 HIR, 154 Rbg). Apabila mereka berhasil didamaikan, maka jatuhkanlah putusan
perdamaian (acte van vergelijk),yang menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi isi
perdamaian yang telah dicapai. Jiak kedua belah pihak tidak berhasil didamaikan, hal itu harus dimuat dalam berita acara. Kemudian dimulailah dengan pembacaan surat gugat (ps. 131 ayat 1, ps. 155 ayat 1 Rbg). Atas gugatan penggugat tergugat diberi kesempatan unutk member jawabannya dimuka pengadilan, baik secara tertulis maupun lisan. Pada prinsipnya pengunduran sidang hanya dibolehkan apabila ada alasan yang sangat mendesak. Penundaan sidang atas permintaan para pihak sering merupakan salah satu taktik untuk mengulur-ulur waktu. Justru inilah yang hendak dicegah oleh pasal 159 ayat 4 HIR (ps. 186 ayat 4 Rbg). Kalau dari jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat telah diketahui apa yang menjadi pokok sengketa, maka jawab-menjawab dianggap cukup dan dinyatakan selesai oleh hakim dan dimulailah dengan pembuktian.

Penjelasan lebih detail dari uraian yang telah dikemukan diatas

Yang harus dilakukan para hakim terkait dengan tugas pokok :

a.       Menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara (melaksanakan persidangan) (ps. 2 ayat 1 UU. 14/1970). Hakim dengan memperhatikan :

1.      Mengkonstatir atau membuktikan benar tidaknya peristiwa/fakta yang diajukan para pihak dengan pembuktian melalui alat-alat bukti yang sah menurut hukum pembuktian, yang diuraikan dalam “duduk perkaranya” serta Berita Acara Persidangan (BAP).

Konstatir itu sendiri adalah :

  • Memeriksa identitas para pihak.
  • Memeriksa kuasa hukum para pihak jika ada.
  • Mendamaikan para pihak (mediasi).
  • Memeriksa syarat-syarat sebagai perkara.
  • Memeriksa seluruh fakta/peristiwa yang dikemukakan para pihak.
  • Memeriksa syarat-syarat dan unsur-unsur setiap fakta/peristiwa.
  • Memeriksa alat bukti sesuai tata cara pembuktian.
  • Memeriksa jawaban, sangkalan, keberatan dari bukti-bukti pihak lawan.
  • Mendengar pendapat atau kesimpulan masing-masing pihak.
  • Menetapkan pemeriksaan sesuai hukum acara yang berlaku.

2.      Mengkualifisir peristiwa/fakta yang terbukti, dengan menilai peristiwa itu ada hubungan hukum apa, menemukan hukumnya terhadap peristiwa yang telah dikonstatiring, selanjutnya dituangkan dalam pertimbangan hukum putusan yang meliputi :

  • Mempertimbangkan syarat-syarat formil perkara.
  • Merumuskan pokok perkara.
  • Mempertimbangkan beban pembuktian.
  • Mempertimbangkan keabsahan peristiwa/fakta peristiwa atau fakta hukum.
  • Mempertimbangkan secara logis. Kronologis dan yuridis fakta-fakta huku menurut hukum pembuktian.
  • Mempertimbangkan jawaban keberatan dan sangkalan-sangkalan serta bukti-bukti lawan sesuai hukum pembuktian.
  • Menumukan hubungan hukum peristiwa-peristiwa/fakta-fakta yang terbukti dengan petitum.
  • Menemukan hukumnya, baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis dengan data sumbernya.
  • Mempertimbangkan biaya perkara.

3.      Mengkonstituir, dengan menetapkan hukumnya yang kemudian menuangkan dalam amar putusan (diktum)/penetapan yang berisi :

  • Menetapkan hukumnya dalam amar petusan/penetapan.
  • Mengadili seluruh petitum.
  • Mengadili tidak lebih dari petitum kecuali Ex Ofosio.
  • Menetapkan biaya perkara.

b.      Yang harus dilakukan oleh Ketua Majelis adalah membimbing dan memprakarsai jalannya persidangan serta mengawasi terhadap pembuatan Berita Acara Persidangan (BAP), juga bertugas:

  • Menetapkan hari sidang
  • Memerintahkan pemanggilan para pihak
  • Mengatur mekanisme persidangan
  • Mengambil prakarsa untuk kelancaran persidangan
  • Mengakhiri sidang.

c.       Yang harus dilakukan oleh majelis adalah menyusun konsep putusan / penetapan perkara yang ditanganinya, yang bersumber dari hasil pemeriksaan yang dicatat secara lengkap dalam Berita Acara Persidangan dan berdasarkan BAP tersebut maka dikonsep putusan/penetapan yang memuat :

  • Tentang duduk perkaranya, yang menggambarkan pelaksanaan tugas hakim dalam mengkonstatir kebenaran fakta atau peristiwa yang diajukan.
  • Pertimbangan hukum yang menggambarkan pokok pikiran hakim dalam mengkonstatir fakta-fakta yang telah terbukti tersebut serta menemukan hukumnya bagi peristiwa tersebut, disini merumuskan secara rinci kronologis dan hubungan satu sama lain dengan didasarkan pada hukum atau peraturan perundang-undangan, langsung disebutkan ;
  • Amar putusan yang memuat hasil akhir sebagai konstitusi atau penentuan hukum atas peristiwa atau fakta yang telah terbukti ;

d.      Minutasi bekas perkara

Minutasi (minutering ) berkas-berkas perkara, merupakan suatu tindakan yang menjadikan semua dokumen resmi dan sah. Minutasi dilakukan oleh pejabat PA sesuai dengan bidangnya masing-masing, tetapi secara keseluruhan menjadi tanggung jawab hakim yang menangani perkara tersebut. Minutasi meliputi surat-surat sebagai berikut :

  • Surat gugatan permohonan
  • Surat kuasa untuk membayar (SKUM)
  • Penetapan Majelis Hakim (PMH)
  • Penetapan Hari Sidang (PHS)
  • Relaas Panggilan
  • Berita Acara Persidangan (BAP)
  • Bukti-bukti surat
  • Penetapan-penetapan hakim
  • Penetapan putusan akhir
  • Surat-surat lain dalam berkas perkara.

Proses minutasi sudah dapat dimulai setelah sidang pertama dan selesai paling lambat 1 bulan setelah perkara diputuskan. Pada saat sidang ikrar talak, berkas perkara tersebut harus sudah diminutasi . Tanggal minutasi dicatat dalam register induk pekara yang bersangkutan. Hal-hal yang terjadi setelah perkara diputus juga harus diminutasi sebagai dokumen resmi.

7 tanggapan untuk “PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM PUTUSAN”

  1. saya ingin bertanya:
    bagaimana pengadilan bertindak jika dalam sidang mediasi “kasus sengketa tanah” si tergugat tidak perna hadir dengan alasan yang jelas,sedangkan sudah 4 kali panggilan sidang mediasi dilayangkan kepada tergugat,selama 4 minggu berturut turut ?
    mohon penjelasannya
    trimakasih !

  2. “Tanx buat hukum online sebagai sarana proses buat masyarakat yang awam dalam pengetahuan tentang hukum”. Sukses.

Tinggalkan komentar